Joeragan artikel

Cinta yang Kandas

Syifa dan Rudy begitu bahagia menjelang hari-hari pernikahan mereka. Satu persatu mereka cek kembali masalah catering, undangan, cendera mata, dan lainnya.

“Sepertinya, enggak ada yang terlewat,” ucap Rudi menjelaskan pada Syifa, sembari membenahi undangan.

“Aku pulang dulu ya, Sayang. Kamu jangan tidur terlalu malam, enggak baik untuk kesehatan,” kata Rudy pada calon istri tercintanya itu. Syifa mengangguk menyetujui, sambil tersenyum lembut.

Sepanjang perjalanan menuju pulang, Rudy membayangkan bagaimana bahagianya, Rudy dan Syifa di pelaminan nanti. Dalam riuh ramai tamu-tamu, makanan yang beraneka ragam, bersalaman menyambut tamu-tamu undangan. Juga di saat malam pertama mereka. Tak terasa roda empat yang dikendarai Rudy telah memasuki garasi di rumahnya.

Keesokan harinya, ketika Rudy sedang duduk santai di ruang keluarga bersama Rita, ibunya. Mereka saling bercengkrama. Sesekali Rita bergurau pada anaknya yang semata wayang itu, “Aduuuh, … yang mau jadi pengantin, senangnya seperti apa, ya?” gurau Rita.

Rudy hanya senyum-senyum bahagia, sambil mengambil kue di meja yang akan diberikannya pada ibu tersayang.

Tak lama kemudian ada yang mengetuk pintu. “Assalamualaikum …,” suara dari luar begitu terdengar lembut.

Rudy membuka pintu. Rita penasaran siapa yang datang dan beliau segera keluar menyambut tamu.

“Eh Tante Mira, apa kabar, Tan?” sambut Rita. Mira tersenyum sumringah sebelum menjawab pertanyaan Rita. Mereka saling berpelukan melepas rasa rindu. Rudy pun menyusul menyalami eyangnya dengan santun.

Mereka saling melepas rindu di ruang keluarga. Sembari bercakap-cakap, Rita sibuk membuat minum dan menyediakan makanan ringan ala kadarnya. Rudy pun asyik mendengar celoteh ibu dan eyangnya dengan riang.

“Nanti Tante datang ya, di hari resepsi pernikahan Rudy,” ucap Rita pada Mira.


“Rencana kami akan mengirim undangan, lusa nanti, kebetulan sekali Tante main kemari,” ucap Rita.

Terlihat Rudy menatap eyangnya dengan penuh harap, kalau eyangnya akan datang di hari bahagianya nanti.

“Ini Eyang, undangannya.” Rudy menyodorkan undangan pada eyangnya itu dengan mata berbinar.

Segera Mira membuka undangan itu. Dengan senyum sumringah, ia baca satu-persatu yang ada di undangan itu.

Tiba-tiba matanya terbelalak, ketika membaca nama orang tua di bagian pengantin perempuan.

“Lo? Ibu Dewita? Bapak Rico?

Rudy dan ibunya terkejut mendengar teriakan lembut Mira.

Ada apa gerangan yang membuat tante terkejut, gumam Rita dalam hati.

Apa sih yang salah? gumam Rudy pula.

Namun, semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“Ada apa, Eyang?” tegur Rudy pada Mira.

Mira pun menjawab pertanyaan Rudy dengan hati-hati. Rita mulai serius siap mendengarkan cerita tantenya itu.

“Kamu enggak salah Rudy, ingin menikah dengan Syifa?” tanya Mira.

“Memangnya kamu enggak tahu Rita, kalo Ibu Dewita itu, ….”

“Maksud Tante?” tanya Rita

Suasana sudah mulai tegang di ruangan itu. Rudy seperti tak bergairah.

“Ada apa sih, sebenarnya, Eyang. Cerita dong, Eyang?” rayu Rudy memelas.

Rita sudah mulai tak tenang dan gelisah.

“Masa kalian enggak tahu, Ibu Dewita itu siapa. Itu kan orang tua kandungmu Rudy! Ketika masih kecil, kamu dibesarkan oleh ibumu yang sekarang ini. Orang tuamu, Ibu Dewita saat itu terlalu sibuk dengan urusan kantor, Syifa saat itu masih bayi pula. Akhirnya kamu dititipkan pada Rita, ibumu yang sekarang ini. Jadi, kalian beradik kakak. Pasti semua saudara tidak ada yang setuju nanti,” tukas Mira

Mendadak sontak Rudy dan Rita lemas mendengar kabar itu.

“Memangnya kamu enggak ingat, Rita? Ketika Dewita menitipkan Rudy padamu?” tukas Mira. Rita hanya diam sambil mengingat-ingat kembali peristiwa itu.

Saat itu juga hancur hati Rudy mendengar kabar ini. Rudy tak ada niat lagi untuk bertanya panjang lebar pada Rita. Dia merasa seperti tidak ada harapan untuk memiliki kekasih hati itu menjadi istrinya, yang ternyata saudara kandungnya sendiri.

Keesokan harinya, Rudy dan Rita berkunjung ke rumah Syifa. Di sanalah mereka akan menceritakan dan menyelesaikan keadaan yang sebenarnya.

“Jadi ….”
Tegas Syifa bernada keras dan kecewa. Tak terasa bening embun menetes dari netranya. Badannya lemas tak berdaya, seketika itu Syifa pingsan tak sadarkan diri.

#fikminJA
#timganjil

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami