Joeragan artikel

Cinta Sejati Kakek

Mata tua di balik kacamata frameless itu memindai wajahku dengan seksama. Aku memamerkan senyum yang dibalasnya dengan senyum yang tak kalah menawan.

“Kamu? Kamu putrinya Sekarini, kan?” tanya wanita yang kutaksir berusia kurang lebih sama dengan mendiang nenekku, enam puluh tiga tahun.

Aku refleks mengangguk, melebarkan senyum dan meraih kedua tangannya dalam genggamanku.

“Apa nenek mengenal Mama saya?” tanyaku antusias seraya menatap matanya penuh harap. Mata teduh itu perlahan mulai berkaca-kaca. Ditariknya tubuhku masuk ke dalam hangat dekapannya.

“Sangat, aku sangat mengenalnya. Aku bahkan sangat menyayanginya.” Suaranya bergetar saat ia menjawab pertanyaanku.

“Ceritakan tentang dia, Nek … kumohon!” pintaku memelas.

“Apa yang ingin kauketahui?” tanyanya dengan suara yang terdengar parau. Aku terdiam, begitu banyak yang ingin kuketahui tentang Mama, aku bingung jika harus menjawab apa tentangnya yang paling ingin aku ketahui.

Setelah cukup lama terdiam, wanita tua yang masih terlihat cantik di mataku itu pun kemudian bercerita tentang Mama. Dia juga tak lupa memperkenalkan dirinya. Anita Respati, mantan kekasih kakekku yang juga salah satu pelayan di rumah besar keluarga kami puluhan tahun yang lalu. Dia adalah pengasuh Mama sejak lahir dan sangat menyayanginya layaknya putri kandungnya sendiri.

Mama dijodohkan dengan pria pilihan orang tuanya, tetapi mama menolak dan memilih kabur bersama pria yang dicintainya atas bantuan Nek Anita. Sejak saat itu, Nek Anita juga pergi meninggalkan kediaman keluarga besar kami. Kakekku sangat terpukul karena kehilangan dua wanita yang disayanginya di satu waktu.

Setahun kemudian, Mama meninggal saat melahirkanku. Ayahlah yang mengasuhku seorang diri. Tak banyak yang kuketahui tentang Mama selain dari foto-foto yang disimpan Ayah dengan rapi di album foto kenangan miliknya. Di mata Ayah, Mama adalah wanita tangguh yang penuh semangat dan pantang menyerah. Sementara di mata Nek Anita, Mama adalah gadis manis yang ceria dan penyayang.

Ada satu hal yang menarik dari perjalananku menemukan Nek Anita. Hal ini karena sepucuk surat yang Mama titipkan kepada Ayah. Surat yang baru boleh diberikan kepadaku saat aku menginjak remaja. Isinya secara umum memintaku mempersatukan kakek dengan seorang wanita bernama Anita Respati. Tepat sekali, dialah wanita yang kini ada di hadapanku dan menatapku dengan tatapan penuh kasihnya.

“Dengan siapa kamu kemari?” tanya Nek Anita, seraya merapikan hijabku.

“Dia datang bersamaku.” Terdengar suara kakek yang kini telah bergabung bersama kami.

“Anita, maafkan aku karena telah begitu lama menyia-nyiakanmu. Kau tak pernah tahu betapa hampanya aku tanpamu. Saat kau dan Sekar pergi meninggalkanku, aku …. ” Ucapannya terhenti. Mata tua itu menyapu wajah yang begitu ia rindukan beberapa tahun terakhir ini.

“Jangan teruskan, aku mengerti. Sejak awal aku sudah memahami situasi yang sulit di antara kita dan aku mengikhlaskan semua. Aku bahagia saat masih diizinkan membersamaimu dan mengasuh anakmu meski tak pernah dapat memiliki dirimu. Bagiku itu cukup. Aku juga minta maaf  karena pernah mengecewakanmu terkait pernikahan Sekar ….” Kakek menggelengkan kepalanya.

“Aku merestuinya, aku tak ingin ia merasakan hal yang sama denganku. Kau tahu pernikahanku tak ubahnya hanyalah pernikahan sandiwara. Kau bahkan tahu bagaimana Sekar dapat terlahir ke muka bumi, secara umum hanyalah rekayasa teknologi. Aku secara langsung tak pernah menyentuh Rania karena cintaku hanyalah kepadamu.” Tanpa kusadari mulutku sudah membentuk huruf O alias melongo mendengar pernyataan kakekku kepada Nek Anita.

“Semoga belum terlambat, kumohon Anita, menikahlah denganku,” pintanya. Mulutku ternganga, kuakui aku terpana. Momen ini begitu wow bagi aku yang baru berusia tiga belas tahun. Kusaksikan anggukan Nek Anita diiringi air matanya mengalir membasahi pipi. Tak sanggup aku menakar besaran cinta yang dimiliki wanita tua itu kepada kakekku yang juga sudah tidak muda lagi.

Kesabarannya bagiku sungguh luar biasa. Ketulusan dan pengorbanannya membuatku berpikir, apakah ini yang dinamakan cinta sejati? Suatu hari nanti, aku pasti akan mengerti, aku masih terlalu hijau untuk mencerna semua ini. Yang kutahu, atas izin Tuhan Yang Maha Kuasa, misi yang Mama berikan kepadaku telah berhasil.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami