477 kata
By. Eulis Eva Kurniasari
Pramudia, seorang laki-laki terkenal di desanya. Ia memiliki postur tubuh tinggi besar, wajah tampan dan berkulit putih. Ketampanan dan keramahannya, menjadikan semua orang kagum, menyukai, bahkan mencintai dirinya.
Namun tidak bagi Windi. Ia tidak menyukainya. Walaupun Pram selalu memberikan perhatian kepadanya.
“Wind, bolehkah aku antar kau pulang?”
“Tidak usah Pram. Aku bisa pulang sendiri. Terima kasih atas segala perhatianmu.”
Setiap ajakan Pram selalu Windi tolak dengan halus.
Semakin Windi berpaling, semakin tumbuh rasa cinta Pram kepadanya. Ia menilai Windi bukanlah perempuan biasa. Ia tidak mudah didekati oleh siapapun, termasuk dirinya. Pram sangat memahami sikap yang ditunjukkan oleh Windi. Dia masih kelas 3 SMA, sedangkan Pram sudah satu tahun lulus kuliah. Saat itu, Windi belum memikirkan pasangan hidup, ia ingin fokus pada sekolahnya.
“Win, aku akan sabar menantimu. Semoga Allah Swt membukakan hatimu untukku.”gumam Pram dalam hati.
Kian hari Windi semakin sibuk dengan kegiatannya, apalagi semenjak ia duduk di bangku kuliah.
Pram jarang sekali bertemu dengan Windi. Walau demikian cintanya kepada Windi tak pernah berkurang
Suatu hari, Pram bertemu kedua orang tua Windi di sebuah acara. Pram segera menyapanya,
“Om, tante, bagaimana kabarnya?”
“Eh, Nak Pram. Alhamdulillah, kami sehat. Tante dan Om sering lihat Nak Pram lewat depan rumah, lain kali mampir ke rumah.”
“Iya, Tante. Insyaallah, nanti saya mampir.”
Seperti mendapatkan sinyal, hati Pram terasa bahagia saat itu.
Setiap Pram lewat ke rumah Windi, ia selalu mampir dan bersilaturahmi kepada kedua orang tua Windi. Tentunya semua itu tanpa sepengetahuan Windi.
Setengah memberanikan diri, Pram berbicara kepada kedua orang tua Windi bahwa ia sangat mencintai puterinya. Bahkan ia ingin melamar puterinya.
“Maaf, Om, Tante. Apakah saya diizinkan untuk melamar Windi?”
Sambil tersenyum, Ayah Windi berkata kepada Pram, “Pram, bagi kami, bila Windi menyukaimu, kami akan merestuinya.”
“Terima kasih, Om. Semoga Windi mau menerima lamaran ini.”
Tak lama pulanglah Pram dengan hati bahagia dan penuh semangat yang menggelora.
“Wind, Pram akan melamarmu.”
“Apa, Ma?” Windi sangat kaget mendengar apa yang disampaikan oleh mamanya.
“Ma, kuliahku belum selesai. Aku juga tidak menyukai Pram!”
“Win, ibu tahu kau tidak menyukai Pram. Tetapi bukalah mata hatimu. Perhatikan baik-baik. Pram seorang pemuda yang baik.”
Windi tak bisa menyanggah apa yang dikatakan mamanya. Sebenarnya ia membenarkan apa yang diucapkan oleh mamanya.
Malam minggu pertama Pram datang ke rumah Windi.
“Wind, bertahun-tahun rasa cinta ini tak pernah berkurang padamu. Maukah kau menjadi pendamping hidupku?”
Tak disangka dan tak diduga, di awal pertemuan Pram langsung menyatakan cintanya. Walau hatinya belum mencintai Pram, namun melihat kegigihan Pram, Windi tak mampu menolaknya.
“Baiklah, Pram. Tetapi kuliahku tinggal satu semester lagi.”
“Tidak masalah, Wind.”
Beberapa minggu setelahnya, Pram dan kedua orang tuanya melamar Windi.
Tiga bulan kemudian Windi dinikahi oleh Pram. Kini Windi sudah menjadi Nyonya Pramudia. Rasa simpatinya berubah menjadi rasa cinta kepada suaminya Pram.
“Sungguh, cinta itu sebuah misteri yang tak bisa diprediksi. Terima kasih Pram, kau telah sabar mencintaiku.”
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#Day2
#lamaran
Editor : Dian Hendrawan