Aku berangkat sekolah diantar ayah, kebetulan kantor ayahku tidak jauh dari sekolahku. Saat itu bulan Juli tahun 1998, aku baru naik ke kelas dua SMP. Namaku Nia. Aku dikenal sebagai kakak kelas yang paling santai pada masa ospek. Aku suka membantu adik-adik kelas jika ada yang kesulitan.
Selama ospek, aku ditemani oleh sahabatku, Tias. Dia, terkenal sebagai kakak kelas yang paling galak. Dia suka marah-marah tidak jelas.
Suatu ketika, ada seorang adik kelas laki-laki melewati kami tatkala kami sedang makan siang di kantin sekolah. Dia tersenyum pada kami, dan menundukkan kepalanya.
“Hei, kamu!” teriak Tias.
“Iya, Kak. Kenapa?” jawabnya tenang.
Tias menghampirinya, dia kelihatan sedang memarahi anak laki-laki itu. Dia hanya menunduk dan mengiyakan semua perkataan Tias. Anak laki-laki itu lalu pergi menuju kelasnya.
“Kenapa ari kamu, Tias?” tanyaku.
Tias malah tertawa.
“Iseng aja weh,” jawabnya.
“Gelo maneh,” kataku sambil meneruskan makan siang.
Keesokan harinya adalah waktu penutupan ospek. Aku bertemu dengan adik kelas laki-laki kemarin. Aku tidak tahu namanya siapa. Tias menghampirinya lagi sejenak. Lalu Tias memberitahu namanya padaku.
“Ngaranna Cahyadi,” sahut Tias menghampiriku.
Sore itu ospek berakhir, kami saling bersalaman dan mengucapkan selamat kepada semua adik kelas, bahwa telah melaksanakan ospek dengan baik dan tertib.
Keesokan harinya, aku bertemu dengan Cahyadi. Dia tersenyum padaku. Ternyata, setelah diperhatikan Cahyadi itu anak yang tampan. Kulitnya putih, hidungnya mancung, rambut lurus belah tengah. Dia juga sepertinya bukan tipikal anak nakal.
Setiap hari, aku bertemu dengan Cahyadi. Kelasnya berseberangan dengan kelasku. Dia juga sering berkumpul dengan temannya yang lain di depan kelasnya. Aku hanya melihatnya dari jauh. Aku mulai menyukainya.
Di kelas, aku duduk sebangku dengan Tias. Keseharian Tias memang judes, tapi aku melihat dia sebagai anak yang manis. Dia tidak pelit. Rumahnya searah dengan rumahku.
“Mau pulang bareng?” tanyaku.
“Enggak, mau diem dulu di sekretariat Pramuka,” jawabnya.
“Oh, ok!“ sahutku agak kecewa.
Aku pulang sendirian. Beberapa minggu ini Tias jarang pulang bersama denganku. Dia sering nongkrong di sekretariat Pramuka. Aku sebenarnya ikut organisasi PMR, tapi memilih tidak aktif. Aku lebih suka aktif kursus komputer.
Pada hari itu, aku kursus komputer. Aku mampir ke sekolah sebentar untuk menemui Tias. Kebetulan tempat kursusnya tidak jauh dari sekolah. Aku mencari Tias ke sekre Pramuka, tapi tak kutemui. Aku mulai lelah, ingin istirahat sebentar di kelas.
Ketika aku menginjakkan kakiku ke kelas. Aku melihat Tias dan Cahyadi berduaan di sana. Mereka mengobrol, sambil berpegangan tangan.
Aku kaget! Benarkah mereka sudah mengenal cinta? Kami kan masih SMP! Betulkah mereka pacaran? Semua pertanyaan tak terjawab itu memenuhi hatiku. Tapi anehnya, aku cemburu melihat mereka berdua. Apa aku juga mencintai Cahyadi?
Aku lekas-lekas meninggalkan pintu kelas. Aku pulang ke rumah, dan menangis di kamar. Aku merasa sedih saat mereka satu sama lain saling memperhatikan.
Hari berikutnya, Tias bercerita padaku kalau Tias dan Cahyadi sudah jadian. Aku hanya diam dan sedikit tersenyum. Hari itu kulihat Tias merasa bahagia, dia ingin mentraktirku makan baso sepulang sekolah, tapi kutolak, dengan alasan ada PR komputer.
Aku pulang sendirian, wajah Cahyadi selalu terbayang di ingatanku. Aku cemburu. Aku menyukai Cahyadi. Mungkin aku juga mencintaimu, Cahyadi.
#ajangfikminjoeraganartikel2021
#day3
#temapersaingan
Editor : Ruvianty