Hai, Smart Ladies!
Ada satu tanggal istimewa pada bulan Desember, yaitu tanggal 22. Pada tanggal itu, kita seketika teringat sosok ibu yang luar biasa. Ibu is never ending story. Sosoknya tidak akan cukup dikisahkan selama berhari-hari, dalam berlembar-lembar kertas dan bertumpuk buku. Pada tanggal itu, ucapan “Selamat Hari Ibu” mengalir semarak di seluruh penjuru negeri melalui berbagai media.
Ladies, ternyata ada beberapa fakta di balik sejarah penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Mau tahu? Kita simak, yuk!
-
Tanggal 22 Desember adalah Hari Diadakannya Kongres Perempuan I
Perempuan Indonesia menggelar kongres untuk pertama kalinya di Dalem Jayapuran milik Tumenggung Jayadipuro, Yogyakarta. Dalem Jayapuran terpilih karena dianggap paling aman dari serangan Belanda. Tempat tersebut sekarang menjadi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta.
Peristiwa ini kita kenang sebagai awal mula perjuangan kaum perempuan di Indonesia. Ada sekitar 30 organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatera yang hadir dalam kongres ini. Mereka memiliki berbagai macam latar belakang suku, agama, pekerjaan, dan usia. Mereka berkumpul, bersatu, dan berjuang demi kemerdekaan serta perbaikan nasib kaum perempuan. Kemudian, dalam kongres ke-25 pada tanggal 22 Desember 1953, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui Dekrit Presiden RI Nomor 316 Tahun 1953.
-
Pidato Djami yang Berjudul “Iboe”
Dalam kongres tanggal 22 Desember 1928, Djami selaku wakil dari organisasi Darmo Laksmi menceritakan kisah masa kecilnya yang dipandang rendah karena menjadi seorang perempuan. Hanya anak laki-laki yang boleh bersekolah, sementara anak perempuan hanya boleh berurusan dalam masalah rumah tangga. Pandangan yang sempit itu mengakar dengan sangat kuat. Pendidikan bagi kaum perempuan dianggap tidak penting karena mereka akhirnya akan kembali ke urusan dapur, sumur, dan kasur.
Djami mempunyai pendapat lain mengenai hal itu. Dia mengatakan, “Tak seorang akan termasyhur kepandaian dan pengetahuannya yang ibunya atau perempuannya bukan seorang perempuan yang tinggi juga pengetahuan dan budinya.” Artinya, seorang anak tidak akan berhasil jika ibunya tidak memiliki pengetahuan dan budi yang baik.
Djami juga mengatakan, “Selama anak ada terkandung oleh ibunya, itulah waktu yang seberat-beratnya karena itulah pendidikan ibu yang mula-mula sekali kepada anaknya.”
Pidato Djami ini sangat luar biasa. Melalui pidatonya, dia berani menyampaikan sikap dan pendapatnya dengan tegas bahwa pendidikan bagi kaum perempuan adalah mutlak seperti halnya pendidikan untuk kaum laki-laki.
-
Protes Warga Negara Indonesia terkait Hari Kartini
Saat itu, banyak warga negara Indonesia yang menganggap perjuangan R.A. Kartini hanya untuk daerah Jepara dan Rembang dan sangat memihak kepada Pemerintah Belanda. Mereka memprotes kebijakan Presiden Soekarno yang menetapkan Hari Kartini sebagai bentuk penghargaan kepada aktivis yang memperjuangkan emansipasi wanita. Demi menerima aspirasi rakyatnya, Presiden Soekarno pun menetapkan Hari Ibu untuk mengenang jasa para pahlawan perempuan lainnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, makna Hari Ibu makin luas. Hari Ibu menjadi momen pemberian penghargaan atas jasa para ibu di seluruh penjuru Nusantara. Ungkapan sayang dan pemberian hadiah khusus untuk para ibu bertebaran pada setiap tanggal 22 Desember. Ada juga yang memperingati Hari Ibu dengan memanjakan ibunya dengan melarang ibu melakukan pekerjaan rumah tangga. Para ayah dan anaklah yang mengerjakannya.
Ibu, kami sayang dan hormat kepadamu. We love you, Ibu.