Hai, Smart Ladies!
Apa kabar tahu dan tempe, akhir-akhir ini? Siapa yang tidak mengenal tahu dan tempe? Makanan yang berbahan baku kacang kedelai ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Penulis termasuk salah satu penikmat tempe, mulai dari tempe goreng, tempe goreng tepung, tempe mendoan, kering tempe, orek tempe, hingga tempe bacem. Makanan ini termasuk salah satu sumber protein nabati yang dapat kita peroleh dengan harga yang merakyat. Cukup 3.000 rupiah saja sudah dapat membawa pulang 1 papan tempe siap konsumsi.
“Lo, memangnya tempe bisa langsung dikonsumsi?”
Bisa, dong, karena tempe adalah makanan hasil fermentasi seperti halnya tape yang bisa langsung dikonsumsi tanpa menjalani proses lainnya. Bila langsung dikonsumsi, kandungan protein dalam tempe tidak banyak yang hilang oleh proses pemanasan seperti penggorengan.
Melalui berita yang dimuat di media massa, akhir-akhir ini tahu dan tempe menjadi langka di beberapa daerah Jakarta dan Jawa Barat. Pasalnya, harga kacang kedelai yang menjadi bahan baku dari makanan tersebut melonjak tajam dari harga 8.000/kg naik menjadi 11.000/kg. Khawatir akan merugi, beberapa produsen tahu dan tempe menghentikan sementara proses produksinya hingga harga kacang kedelai stabil. Bahkan, para produsen di Jakarta sudah berhenti berproduksi selama 20 hari terakhir. Mereka berharap pemerintah bisa mengatasi hal ini dan mengembalikan harga kedelai seperti sedia kala.
Lain halnya di Sidoarjo, sekitar tiga hari yang lalu, penulis masih menjumpai tahu dan tempe yang dijual oleh pedagang sayur keliling di sekitar rumah. Harganya pun seperti biasa, tidak melonjak naik. Entah kenapa bisa terjadi perbedaan? Namun yang pasti, hal ini cukup merugikan banyak pihak, mulai dari produsen, distributor, pedagang kecil, pemilik warung makanan hingga masyarakat yang menjadi konsumen setianya.
Kalau zaman dahulu, penikmat tahu dan tempe lebih banyak berasal dari kalangan bawah saja, sekarang semua kalangan sudah mengonsumsinya sehari-hari. Bahkan, salah satu negara di Asia pun telah memproduksi tempe yang prosesnya bisa dibilang lebih higienis dari produsen konvensional.
Namun, beberapa tahun belakangan ini, di sekitar rumah penulis sudah ada penjual tempe higienis keliling dengan bersepeda motor yang menggunakan seragam khusus. Selain higienis, tempe tersebut juga bersertifikat halal sehingga dapat menambah kepercayaan konsumen. Soal harga, memang agak sedikit berbeda, tetapi masih terjangkau untuk daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Ladies juga bisa, lo, mencoba membuat tempe sendiri di rumah, siapa tahu bisa menjadi peluang usaha baru bagi Ladies. Cara pembuatannya pun bisa dilihat melalui media sosial yang ada. Bahkan, tempe bisa dicetak menggunakan cetakan puding atau agar-agar dengan beragam aneka bentuk, seperti pesawat, mobil-mobilan agar si kecil jadi bersemangat mengkonsumsi tempe. Selamat mencoba, ya Ladies!
Sidoarjo, 28 Mei 2021
Wijayanti