Joeragan artikel

Aku Ingin Pulang

Titik Jeha

Hasna duduk merenung, memeluk erat kedua lututnya. Matanya menatap langit-langit kamar, menerawang jauh ke hari-hari yang akan dilalui. 

Sejak kehadiran Marco, adik ipar Tuan Adam di rumah itu, waktu demi waktu dilewatinya dengan perasaan was-was. Kekhawatiran mulai menjajah pikiran. Hatinya diliputi kegelisahan yang mendalam.

“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya berulang kali, mencoba memaksa otak untuk menemukan solusi. 

Hasna belum beranjak sedikitpun dari tempat duduknya sejak tadi. Padahal hampir dua jam dia bersikap seperti itu. Duduk, diam, dan berselancar bersama angan.

Hasna sangat bersyukur, selama seminggu bisa bebas dari gangguan Marco. Lelaki itu sedang pergi ke London entah untuk acara apa. Tetapi beberapa hari lagi kebebasannya akan berakhir. Hasna harus siap menghadapi apapun keadaannya.

Peristiwa kemarin malam masih menghantui. Kala itu Hasna sedang tertidur lelap. Badannya terasa sangat letih karena seharian membantu keluarga Tuan Adam yang mengadakan pesta.

Tiba-tiba gadis itu merasa ada benda berat yang menimpa tubuhnya. Antara sadar dan tidak, didorongnya benda itu sekuat tenaga, tetapi sia-sia. Semakin didorong benda itu semakin menenggelamkannya. 

Ketika matanya terbuka, tubuh Marco yang kekar tengah menindih. Entah bagaimana cara pria itu masuk, padahal kamar sudah dikuncinya dengan aman. Hasna kaget. Syok.

Spontan gadis itu menjerit minta tolong, tetapi semua tak berguna. Marco telah membungkam mulut dan mengancamnya. Beruntung sekali Tuhan menyelamatkan Hasna dengan suara telepon yang berdering di ruang tengah. Sehingga membuat lelaki itu urung melampiaskan hasratnya.

Sebenarnya ingin sekali Hasna menceritakan apa yang telah dialami kepada Tuan Adam dan istrinya. Meskipun mereka sangat baik, tetapi Hasna merasa ragu. Tidak ada jaminan tuannya akan percaya.

“Bagaimana jika sebaliknya aku yang dituduh memfitnah Marco?” pikir Hasna tidak mau bertindak ceroboh.

Gadis itu tidak mau mengambil resiko yang besar dan merugikan dirinya. Apalagi jika sampai harus berurusan dengan hukum. Dia tidak mau dipidana mati gara-gara salah strategi.

***

Kabar kedatangan Marco telah sampai ke telinga Hasna. Keresahan tampak nyata di wajah gadis itu. Dia tidak mampu menyembunyikan kekhawatiran yang mengusik hatinya.

Hari telah beranjak malam, saat Hasna mulai menutup pintu kamar. Dadanya bergemuruh, berdebar tak karuan. Menunggu waktu yang terasa berjalan sangat lamban.

Jam di dinding menunjukkan pukul dua belas malam, ketika samar-samar ada langkah kaki berjalan mendekat. Hasna sembunyi dibalik selimut, waspada.

Langkah itu mendadak hilang dan suasana kembali lengang. Entah ada apa di luar kamar, hanya suara detak jam yang terdengar.

Hasna meluruskan punggungnya di kasur. Kantuk mulai menyerangnya setelah sekitar dua jam menunggu dalam ketegangan. Gadis itu tertidur.

Hasna sedang terbuai mimpi. Ia tidak menyadari saat ada seseorang yang sedang berusaha membuka pintu kamar.

Pelan-pelan pintu itu terbuka. Sedikit demi sedikit semakin melebar hingga cukup untuk ukuran tubuh lelaki itu bisa masuk. 

Saat pintu hendak ditutup kembali, tiba-tiba terdengar suara alarm berbunyi ke seluruh ruangan. Marco tersentak. Kaget dan panik. Lelaki itu belum sempat keluar kamar Hasna, manakala Tuan Adam dan istrinya tiba di sana. 

Keesokan harinya, Hasna minta izin untuk pulang ke Indonesia.

Bandung, 26 Januari 2019

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

× Hubungi Kami