Halo, Smart Ladies!
Memasuki bulan Desember, masyarakat Indonesia selalu mengingat Hari Ibu yang bertepatan pada tanggal 22 Desember. Sebagai pengguna media sosial terbesar, tidak sedikit masyarakat Indonesia kini merayakan hari tersebut dengan menuliskan status sebagai ungkapan perasaan terhadap ibu.
Namun, sudahkah Ladies mengetahui beberapa fakta bersejarah yang mencengangkan di balik penetapan Hari Ibu? Simak informasi berikut:
1. Berhubungan dengan Sumpah Pemuda
Tidak lama setelah Kongres Pemuda pada tahun 1928, beberapa organisasi seperti Boedi Oetomo, PNI, dan Pemuda Indonesia ikut hadir dalam Kongres Perempuan yang diselenggarakan pada tanggal 22-25 Desember 1928. Tidak mengherankan, apabila atmosfer perjuangan terasa pada kongres kali ini. Setelah para pemuda sebagai wakil dari beberapa organisasi tersebut mengeluarkan klausul yang terkenal dengan Sumpah Pemuda sebagai tonggak perjuangan. Selanjutnya giliran perempuan Indonesia menunjukkan eksistensinya dalam perjuangan kemerdekaan.
2. Simbol Perjuangan Perempuan Indonesia
Ada kurang lebih 600 orang perempuan dari perwakilan berbagai organisasi seperti Wanita Oetomo, Poetri Indonesia, Aisijah Djogdjakarta, dan lain-lain menghadiri kongres perempuan Indonesia. Mereka berkumpul dan mengadakan semacam seminar. Setiap perwakilan berkesempatan untuk menyampaikan sebuah makalah mengenai perempuan. Kongres ini bertujuan untuk memperjuangkan hak perempuan Indonesia, terutama menyangkut pendidikan dan pernikahan.
Dapat dibayangkan gegap gempitanya perjuangan perempuan saat itu. Meskipun yang hadir hanya perwakilan dari organisasi perempuan yang ada di Jawa, tetapi bukanlah hal mudah untuk menyelenggarakan acara tersebut. Mengingat saat itu Indonesia masih ada dalam kekuasaan Pemerintah Belanda. Membutuhkan tekad kuat dan keberanian besar untuk mewujudkannya, apalagi Indonesia masih menganut hierarki patrilineal yang menempatkan perempuan pada urutan kedua dalam pengambilan keputusan.
3. Yogyakarta sebagai Kota Pergerakan
Pendopo Dalem Joyodipuran, Yogyakarta, menjadi tempat penyelenggaraan Kongres Perempuan. Fakta ini menjadi istimewa karena Kongres Pemuda sendiri diadakan di Jakarta. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan di Yogyakarta saat itu telah menduduki sebuah peran dengan nilai yang sangat diperhitungkan. Buktinya, sebagian besar organisasi perempuan yang hadir pada kongres ini berasal dari Yogyakarta. Sebenarnya, ada beberapa organisasi permpuan lain yang ketika itu sudah berdiri, seperti Sakola Kautamaan Istri di Bandung dan Kemadjoean Istri di Bogor, tetapi tidak hadir dalam kongres tersebut karena saat itu belum tercatat.
4. Peran Guru Perempuan
Menyusul kesuksesan acara Sumpah Pemuda, beberapa tokoh perempuan guru muda dari perwakilan Jong Java mengusulkan adanya sebuah kongres, sekaligus membentuk kepanitiaan Kongres Perempuan. Kemudian, terbentuklah kepanitiaan yang diketuai oleh R.A Soekonto, Nyi Hajar Dewantara sebagai wakil, dan Soejatin sebagai sekretaris. Mereka merupakan perempuan-perempuan berpendidikan dan berprofesi sebagai guru yang peduli dengan keberadaan sesamanya pada saat itu.
Pada tahun berikutnya mereka berperan dan berjuang melalui aktivitas masing-masing. Sebut saja Soejatin. Beliau tergabung dalam organisasi P4A yang berkonsentrasi pada upaya membasmi praktik perdagangan perempuan dan anak. Perempuan dan anak merupakan individu yang lemah dalam tatanan sosial sehingga menjadi garda terdepan dalam membela mereka merupakan prestasi yang patut diacungi jempol. Apalagi hal tersebut terjadi pada tahun 1930 sebelum Indonesia merdeka.
5. Dekrit Presiden No. 316 tahun 1953
Penetapan Hari Ibu di Indonesia melalui dekrit pada era Presiden Soekarno. Beliau mengambil tanggal 22 Desember untuk mengenang kembali perjuangan perempuan yang pengaruhnya masih terasa hingga saat itu. Tentunya, selalu ada pencetus bagi setiap perjuangan dan Presiden Soekarno menghargai kejadian bersejarah tersebut. Kemudian, beliau mengabadikannya ke dalam sebuah hari bersejarah nasional, yaitu Hari Ibu.
6. Sinisme Feminis Eropa
Feminisme pada awal abad ke-20 tidak hanya tumbuh di Eropa, tetapi juga di Hindia Belanda atau Indonesia. Kaum feminis ini berasal dari kalangan penjajah Eropa yang tinggal di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya sebuah catatan yang menyebutkan bahwa Kongres Perempuan I telah memicu sinisme di kalangan feminis karena acara tersebut hanya untuk kalangan perempuan pribumi. Namun, sinisme ini tidak mengurangi apresiasi Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, yakni Andries Cornelis Dirk De Graeff, untuk memuji acara tersebut.
Nah, Ladies, itulah enam fakta bersejarah di balik penetapan Hari Ibu.